Memaknai HARKITNAS Dengan Introspeksi Diri
Diposting oleh : Abdul Kholiq Noor
Kategori: Artikel - Dibaca: 231 kali
Tepat 108 tahun lalu, di sebuah ruang belajar School Tot Opleiding Voor Inlandsche Artsen (STOVIA), sebuah sekolah kedokteran yang namanya mengalami beberapa kali perubahan, dr Soetomo mengungkapkan gagasan tentang hari depan bangsa. Tanggal 20 Mei 1908 di gedung STOVIA, dimulailah sebuah organisasi bernama Boedi Oetomo.
Organisasi ini dibangun atas dasar keprihatinan terhadap keadaan bangsa dan banyaknya organisasi kesukuan atau kelompok yang lebih mengedepankan sikap kedaerahan (Primordialisme). Boedi Oetomo melahirkan gagasan kebangsaan. Pada perkembangannya, organisasi ini mulai menanamkan pemahaman tentang Tanah Air Indonesia dan merintis kesadaran membangun relasi yang makin erat di antara suku-suku dan kelompok di Indonesia. Itu sebabnya, ada alur yang nyata antara Boedi Oetomo dan lahirnya Sumpah Pemuda pada 20 tahun setelah itu.
Berdirinya Boedi Oetomo oleh sekelompok pemuda dari sekolah kedokteran ini, menandai suatu perubahan penting bagi bangsa Indonesia. Dia seperti penyebar perekat pulau-pulau, suku-suku, dan kelompok-kelompok di Kepulauan Nusantara sebagai suatu bangsa. Kesadaran kebangsaan itu juga yang kemudian menjadi fondasi bagi lahirnya negara kesatuan Republik Indonesia.
Kini, kita memperingati Harkitnas. Dalam keadaan bangsa sekarang, pesan moral apa yang dapat dipetik dari peringatan bersejarah ini? Apa yang telah kita lakukan untuk sekolah kita tercinta SMK Negeri 2 Kudus, untuk bangsa, dan negara? Apakah kita lebih arif dan bijaksana dari pendahulu? Semua ini merupakan pertanyaan yang penting dikemukakan agar kita sungguh-sungguh dapat melakukan introspeksi dan retrospeksi, terutama dalam upaya penyembuhan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dari krisis. Artinya kita harus bersedia becermin kepada sejarah, melihat bagaimana sosok rupa kita sebenarnya.
Sebenarnya apa yang dapat dimaknai sebagai kebangkitan nasional saat ini?
Apakah kebangkitan Kebebasan tanpa batas yang semakin merajalela?
Kebangkitan kemiskinan yang tidak pernah berhenti?
Kebangkitan penerus bangsa yang moralnya sungguh mengerikan?
(Al Ghoni)
Tak heran bila kebangkitan nasional yang telah berusia seratus tahun lebih, ternyata tanpa disertai kebangkitan bangsa seutuhnya dalam menjamin kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya, kebangkitan seorang guru dalam menjamin mutu pendidikanya. Bahkan, makna kebangkitan nasional saat ini tampaknya semakin memudar. Sebenarnya apa yang dapat dimaknai sebagai kebangkitan nasional saat ini? Apakah kebangkitan kebebasan tanpa batas yang semakin merajalela? Kebangkitan kemiskinan yang tidak pernah berhenti? Kebangkitan penerus bangsa yang moralnya sungguh mengerikan?
Memang bukan perkara mudah mewujudkan kebangkitan nasional menuju Indonesia yang lebih baik. Persoalan yang harus diselesaikan bangsa ini pun sangat kompleks. Penyelesaiannya tidak bisa dilakukan secara terpisah. Karena antara satu dengan lainnya sangat berkaitan.
Untuk itu, momentum peringatan Harkitnas, rasanya kita perlu introspeksi diri pada tiap-tiap aktor dan peran yang harus dimainkan. Jika setiap individu hanya memuja egonya, baik politik, sosial ekonomi, maupun kebudayaan, kita yakini negeri yang kukuh, aman, dan makmur tidak akan benar-benar kita dapatkan.
Bangkit selalu wahai SKADAKU, wahai sekolah tercintaku.
- "Waduk Babalan" Foto Karya Siswa SMK Negeri 2 Kudus Menangi Lomba Foto BKB Disbudpar Kabupaten Kudus
- SMK Negeri 2 Kudus Peduli Sesama Dengan Lakukan Donor Darah Masal
- Meriahnya Wisuda ke-1o SMK Negeri 2 Kudus
- SMK Negeri 2 Kudus Memaknai Kelulusan dengan Menatap Masa Depan
- Respon Positif dan Antusiasme Masyarakat pada Stand SMK Negeri 2 Kudus
Isi Komentar :
Nama | : |
Komentar | |
(Masukkan 6 kode diatas) |
|